PMII Cabang Magelang
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Translate Into Another Language
Monday, September 14, 2015
Tuesday, December 9, 2014
Indonesia, Aku Cinta Padamu
Cinta tanah air. Sebuah pernyataan sederhana namun sarat makna. Kecintaan terhadap tanah air pada hari ini kembali menemukan momennya, urgensi untuk dibangkitkan dan diperkuat kembali sangatlah mendesak. Menengok sejarah, semangat cinta tanah air identik dengan bela negara. Para pahlawan bangsa bersedia mengorbankan apa saja yang mereka miliki, segala hal yang mereka bisa, demi kemerdekaan Republik Indonesia. Sedangkan hari ini, kita malah terlena dengan kemerdekaan. Bersantai-santai, lupa mengembangkan diri, lupa mencintai negeri. Seakan tak ingat lagi bahwa kemerdekaan tak diperoleh dengan mudah. Ada darah, nyawa dan harta tak terkira yang dikorbankan saat itu.
Pancasila, sebagai dasar negara republik ini, sedang mengalami masa kritis karena diserang dari segala penjuru. Ada pihak-pihak yang tidak menginginkan Indonesia ini bersatu. Mereka tak suka terhadap keragaman kita, mereka justru sibuk mengobarkan kebencian dan mempertegas perbedaan. Hasutan dan fitnah adalah hal lazim bagi orang-orang ini. Indonesia makin tercerai berai? Makin senang mereka. Provokator bertebaran dimana-mana. Di dunia nyata maupun maya. Dampaknya, konflik antar etnis, agama dan kelompok, sangat marak terjadi. Beda pilihan saat pilkada dan pilpres saja bisa jadi percikan api yang membesar, kian membesar. Ketika persatuan kita lemah, negeri ini hanya tinggal menunggu waktu menuju kehancuran.
Bentuk negara kita pun tak luput dari ancaman. Terdapat beberapa golongan yang berniat buruk ingin merusaknya. Ironisnya, hasutan untuk membongkar NKRI menjadi bentuk-bentuk yang sama sekali asing, dan menyimbolkan agama tertentu malah gencar datang dari kaum muda!. Mahasiswa-mahasiswa yang (menurut saya) telah berhasil di-brainwash, dicuci otak dengan doktrin-doktrin sesat dan ideologi impor justru ingin menggulingkan NKRI dan menggantikannya dengan sistem lain yang sangat tak cocok dengan kebhinekaan Indonesia.
Mengapa ini terjadi? Nampaknya semangat kebangsaan mulai memudar. Karena itulah, penguatan semangat nasionalis dan patriotisme harus segera dilakukan. Jati diri mahasiswa harus kembali ke akarnya, yakni mengawal kemerdekaan Indonesia, sekaligus membawa negeri ini menuju arah yang lebih baik. Eksistensi mahasiswa lebih dari sekedar turun aksi, berdemo di jalan-jalan (yang ironisnya malah menimbulkan antipati publik karena membuat macet), dan orasi berlebihan namun ternyata luput didengar oleh pihak yang kita protes.
Wahai rekan-rekan mahasiswa yang saya sayangi, alangkah indah apabila kita mampu membangkitkan Indonesia yang sedang terpuruk ini. Dengan apa? tentunya dengan membentuk karakter mahasiswa yang kritis, berjiwa patriotis-nasionalis, memiliki wawasan dan pergaulan luas, selalu mengasah bakat dan keterampilan namun tetap berpegang teguh pada keyakinan agama masing-masing. Energi yang dimiliki pemuda akan sangat powerful dampaknya apabila diarahkan ke bidang yang tepat. Terdengar muluk-muluk? Ah, tidak juga. Banyak contoh pemuda-pemudi Indonesia yang behasil berkarya lebih dalam bidangnya, dan membawa nama positif negeri ini ke kancah internasional.
Hilangkanlah pemikiran negatif dan pesimis. Tiap-tiap usaha, sekalipun terlihat enteng dan remeh wajib kita apresiasi . Mari mulai berkarya, marilah kita ambil langkah pertama menuju target kita. Kesempatan untuk berbakti dan mengabdi bagi masyarakat sangat terbuka lebar. Semangat cinta tanah air, dan cita-cita untuk memajukannya adalah energi penggerak kita untuk berkarya. Manfaatkan ilmu anda dalam kehidupan nyata, gunakan pengalaman organisasi di kampus untuk memajukan lingkungan tempat tinggal anda. Bagi sahabat-sahabati yang beruntung mendapat kesempatan ke luar daerah bahkan ke luar negeri, saya harapkan untuk mempelajari bahasa dan budaya daerah/negara tersebut dengan baik. Keragaman budaya Indonesia wajib kita pertahankan, namun tetaplah berusaha mengenal budaya lain. Bangun jaringan dengan pihak lain. Perkaya diri anda dengan pengalaman dan berbagai keterampilan. Karena pendidikan, sesungguhnya merupakan investasi jangka panjang.
Sebagaimana uraian saya di atas, hal-hal tersebut adalah aksi-aksi yang bisa dan perlu kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan. Nasib bangsa ini, nasib keutuhan negara ini, mutlak ada di tangan kita. Berhentilah bersikap apatis dan egois, karena tantangan yang kita hadapi bersama sudah sedemikian besar. Mari berkontribusi memajukan negeri. Republik ini akan maju bukan hasil kinerja satu-dua orang hebat, melainkan melalui sumbangsih rakyat hebat yang bekerja bersama-sama. Kami, saya, bersama seluruh bangsa akan mendorong manusia Indonesia menjadi manusia berjiwa merdeka, mencintai tanah air, berdaulat, sehat, terdidik, dan bisa meraih kemakmuran dalam sebuah bangsa yang adil.
Salam Pergerakan!!!
Magelang, Desember 2014
Siti Jamilatul Husna
(Kader PMII Magelang)
Tuesday, August 12, 2014
ISIS, Kelompok Militan “Jihad” Berbahaya dan Paling Kaya
Mengenal ISIS: Bagian 1
Pas
nonton tv, sering ada berita tentang keresahan umat beragama akan kemunculan
ISIS di Indonesia. Pas dengerin radio, ada beberapa pihak yang mulai melakukan
upaya penanggulangan gerakan ini. Pas buka internet, waduh berjibun link-link
berita mengenai ancaman dan bahaya ISIS bagi keutuhan NKRI. Timbullah rasa penasaran,
ISIS itu sebenarnya apa? Kenapa sangat berbahaya? Kenapa perlu ditanggulangi
segala?
Woke, mari belajar
bersama. ISIS merupakan singkatan dari Islamic State in Iraq and
al-Shām atau Islamic State in Iraq and Syria (الدولة الاسلامية في العراق والشام
/ al-Dawlah al-Islāmīyah fī al-ʻIrāq wa-al-Shām). ISIS adalah suatu kelompok
militan jihad yang kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai negara. Mereka
mengklaim apa yang mereka lakukan adalah “jihad” dan “islami”, namun faktanya tindakan-tindakan
mereka lebih mirip kelompok teroris.
ISIS ini sangat kaya lo! Sekitar pertengahan 2014, intelijen Irak berhasil
menemukan fakta bahwa organisasi ini memiliki aset senilai US $ 2 miliar,
menjadikannya kelompok jihad terkaya di dunia.
o
Aset sebesar itu
didapat dengan berbagai cara, seperti pemerasan, penjarahan, perampokan dan
pencurian emas batangan dari toko emas maupun bank-bank sentral, salah satunya
di Mosul. ISIS bahkan menuntut uang dari sopir truk dan mengancam akan
meledakkan bisnisnya. Hiiiyyyy ... ngeri banget kan?
o
ISIS diberitakan
menerima dana dari pendonor swasta di negara-negara Teluk, bahkan diisukan
bahwa Arab Saudi dan Qatar juga turut mendanai, meskipun belum bisa dibuktikan.
o
Kelompok ini juga
mengkomandoi ladang minyak (di Suriah) dan terlibat dalam menyelundupkan bahan
baku dan artefak arkeologi. Selain itu mereka juga menghasilkan
pendapatan dari produksi minyak mentah dan menjual tenaga listrik di Suriah
utara.
o
ISIS juga diduga
mengambil uang pajak di kawasan yang dikuasainya, misalnya di Raqqa, timur laut
Suriah.
Akan
diapakan aset sebanyak itu? Uang yang mereka miliki mayoritas dipakai untuk
membeli senjata-senjata modern dan perlengkapan militer lain. Mereka punya rudal Stinger ,M198
howitzer, senjata DShK yang dipasang pada truk, senjata anti-pesawat, tembak
dorong otomatis dan setidaknya satu rudal Scud. Masih
ditambah pula sejumlah helikopter Blackhawk UH-60 dan pesawat kargo.
ISIS juga menyita bahan nuklir dari Mosul University pada Juli 2014. (Terdengar sangat teknis ya, Admin sendiri tidak akrab dengan nama-nama senjata ini. Tapi yang jelas, daya penghancurannya sangat mengerikan).
Saat ini ISIS dianggap
lebih berbahaya ketimbang Al-Qaidah karena
mempunyai ribuan personel pasukan perang, yang siap mendeklarasikan perang
terhadap mereka yang dianggap bertentangan atau menentang berdirinya negara
Islam. Mereka menjadi kekuatan politik baru yang siap melancarkan serangan yang
jauh lebih brutal daripada Al-Qaidah. Gerakan
revolusi yang mulanya mempunyai misi mulia untuk menggulingkan rezim otoriter
ini berubah menjadi tragedi. ISIS menjadi sebuah kekuatan baru yang siap
melancarkan perlawanan sengit terhadap rezim yang berkuasa yang dianggap tidak
mampu mengemban misi terbentuknya negara Islam. Ironisnya, mereka mengabsahkan
kekerasan untuk menindas kaum minoritas dan menyerang rezim yang tidak sejalan
dengan paradigma negara Islam. ISIS menjadi kekuatan politik riil dengan
ideologi yang jelas dan wilayah yang diduduki dengan cara-cara kekerasan.
Paham mereka yang sangat radikal itu, sangat bertentangan dengan Islam rahmatan lil 'alamin dan dapat merusak ukhuwah Islamiyah, ukhuwah basyariah serta ukhuwah wathoniah yang selama ini telah berjalan dengan cukup baik di Indonesia. Karenanya, upaya ISIS untuk menginfiltrasi dan mempengaruhi rakyat kita untk mendukung mereka harus kita halangi. Selain tak cocok dengan Islam yang sebenarnya, kelompok militan ini juga sangat mengancam keutuhan NKRI.
http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_State_of_Iraq_and_the_Levant
http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Irak_dan_Syam
http://www.dw.de/siapa-yang-membiayai-isis/a-17720358
Saturday, April 19, 2014
Thursday, February 20, 2014
Kita Semakin Sulit Mencari Contoh
(Ceramah Gus Mus
Sesudah Tahlilan Mbah Zainal)
Malam ini kita
membacakan tahlil dan mendoakan almarhum KH. Zainal Abidin Munawwir. Kita itu
koyok yo yo’o. Potongane (gayanya) seperti saya dan panjenengan,
berani-beraninya mendoakan Kiai Zainal. Ya, kita semua sesungguhnya hanya
mengharap barokah dari beliau.
Meski saya bukan
wali, tapi saya meyakini Kiai Zainal itu adalah wali. Karena seperti terdapat
dalam al-Qur`an, ciri wali itu tidak punya rasa takut dan tidak punya susah.
Lha saya belum pernah tahu Kiai Zainal itu punya rasa takut dan susah.
أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ
(Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.)
Sebenarnya
panjenengan itu juga bisa jadi wali, wong panjenengan sudah memiliki salah satu
syaratnya. Padahal syarat menjadi wali cuma dua. Panjenengan semua sudah punya
satu, yaitu mengakui bahwa Gusti Pangeran itu hanyalah Allah Ta’ala.
إِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللهُ، ثُمَّ اسْتَقَامُوْا فَلاَ
خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ
(Sesungguhnya orang2 yang
mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap
istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula)
berduka cita.)
Jadi syarat yang
pertama, menyatakan bahwa Tuhannya adalah Allah (قالوا ربنا الله),
yang kedua adalah istiqomah (ثم استقاموا). Untuk jadi wali seperti Kiai Zainal, panjenengan kurang satu
syarat saja, yaitu istiqomah. Syarat istiqomah ini memang yang paling sulit.
Panjenengan menyaksikan sendiri bagaimana Kiai Zainal dalam keadaan gerah masih
berangkat ngimami di masjid dan tetap memikirkan santri. Sementara banyak orang
yang mau sholat, tapi jarang yang sholatnya bisa istiqomah; orang yang mau
mengajar juga banyak, tapi yang mengajar dengan istiqomah itu jarang; banyak yang
bisa memperhatikan anaknya orang, tapi yang memperhatikan anak orang secara
terus-menerus itu sedikit sekali. Istiqomah itu yang berat.
Saya itu ada gunung
meletus tidak begitu kaget, meskipun abunya sampai Jogja. Tapi saya kaget
mendengar kiai2 wafat, Kiai Sahal Mahfudz kemudian menyusul Kiai Zainal. Gusti
Allah itu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam, bila
mengambil ilmuNya, tidak dengan cara mencabut ilmu itu dari dada para ulama (إن الله لا يَنْتَزِعُ العلم انتزاعا من صدور العلماء), akan tetapi (بقبض العلماء)
Allah mengambil ilmuNya dengan cara mewafatkan ulama: Kiai Munawwir dipundut
nyawanya, sekaligus diambil ilmunya; Kiai Abdullah dipundut beserta ilmunya;
Kiai Abdul Qodir dipundut beserta ilmunya; Kiai Ali Maksum dipundut beserta
ilmunya; Kiai Warsun dipundut beserta ilmya; Kiai Zainal dipundut beserta
ilmunya…
حتى إذا لم يَبْقَ عالم، وفي رواية: حتى إذا لم يُبْقِ عالما، اتخذ الناس
رؤوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا – أو كما قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم
Kalau kiai2 sudah
pada diambil, orang2 bingung harus bertanya kepada siapa. Mereka kemudian
bertanya kepada orang sembarangan: pokoknya asal orang pakai sorban; asal
jenggotan; asal jubahan; dipanggil kiai; dipanggil ustadz; pasti akan ditanya…
(فأفتوا بغير علم) maka mereka menjawab tanpa ilmu, (فضلوا وأضلوا)
jadinya mereka sesat dan menyesatkan orang lain. Ini semua sekarang sudah
kelihatan tanda2nya: banyak mufti jadi2an, yang ditanya apa saja bisa menjawab.
Padahal yang begitu itu tanda2nya gebleq, bukan tanda orang yang alim. Tandanya
orang bodoh itu adalah bila ditanya apa saja, bisa menjawab. Ditanya:
“Bagaimana hukumnya ayam yang ketabrak mobil, ustadz?”
“Itu ayamnya masih
hangat apa tidak?”
“Masih agak hangat,
ustadz”
“Kalau masih agak hangat
berarti agak halal…”
Sampeyan kalau mau
tahu silahkan buka televisi... Ukuran jawabannya asal bisa dinalar saja…
Ada juga dikatakan: (موت العالِم موت العالَم). Pada masa ini yang sulit itu adalah mencari contoh (:
teladan). Islam itu kekurangan contoh. Oleh sebab itu wajah Islam kelihatan
jelek, karena kurang contoh. Yang dijadikan contoh yang jelek2. Sampeyan lihat
Youtube, ada bocah edan pakai jubah, menginjak kepala… Yang begini ini yang
merusak. Kalau ditanya: bagaimana baiknya, maka jawabnya: baiknya mandeg saja,
gak usah lagi… Ini merusak Islam. Orang Islam saja melihatnya jijik dan muak,
apalagi orang lain... Ustadze wae nggono opo maneh santrine…
Lha di (Krapyak) sini
ini sudah banyak contoh. Ada Kiai Abdul Qodir, ada Kiai Ali... Kalau mau yang
agak ampeg, ada Kiai Zainal. Kalau mau contoh yang gampangan, ada Kiai Ali. Ada
semua contohnya. Orang itu kan macam2. Ada yang maunya ampeg, ada yang maunya
enteng. Dan yang seperti ini sudah ada sejak zaman Kanjeng Nabi Muhammad
shallallahu ‘alayhi wasallam. Santrinya macam2, ada yang seperti Abu Bakar, ada
yang seperti Umar. Sahabat Umar itu contoh sahabat sangat berhati2. Hingga
terhadap teman dan saudaranya sendiri saja keras, hingga Sahabat Kholid aja
dipecat (dari jabatannya sebagai Komandan Tentara). Sahabat Abu Bakar lain,
lembut. Pendekatannya berbeda. Tapi semua itu didasarkan pada rahmat dan kasih
sayang. Itu yang kemudian dilanjutkan dari sejak sahabat, tabi’in, dan para
ulama, hingga sampai kepada Mbah Hasyim Asy’ari. Beliau punya dua orang anak
buah yang berbeda: mBah Bisri yang streng dan mBah Wahab yang gampangan. Orang
NU yang sedemikian banyak akhirnya punya pilihan: yang belum bisa ikut mBah
Wahab, yang sudah bisa ikut mBah Bisri. Tapi manusia yang macam2 itu semua: yang
hati2, yang ampeg, yang gampangan, mesti dilandasi dengan kasih sayang.
Makanya kalau saya
ditanya tentang kriteria kiai itu apa, maka saya jawab: kiai itu:
الذين ينظرون إلى الأمة بعين الرحمة
Mereka ini kan hanya
meniru Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam, yang beliau itu:
عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم
Jadi yang dilakukan
oleh para kiai itu hanya mencoba meniru apa yang dilakukan oleh Nabi
shallallahu ‘alayhi wasallam. Tapi yang namanya meniru Kanjeng Nabi itu ya gak
mungkin bisa persis meniru semua seperti Nabi. Kalau sama persis nanti dikira
ada nabi kembar. Ada yang meniru cara peribadatannya; ada yang meniru model
perjuangannya; ada yang meniru cara dakwahnya. Meniru apa saja. Kanjeng Nabi
itu hebat dalam bidang apa saja: termasuk saat menjadi panglima.
Jadi, meskipun orang
itu pakai serban sebesar ban truk, jenggotnya puanjang hingga pusar, tapi gak
punya belas kasih kepada ummat, maka saya tidak sudi memanggilnya kiai.
Sebaliknya, meskipun orang itu tidak berpenampilan kiai, tapi punya belas kasih
kepada ummat, maka dia itu kiai.
Sama halnya bila ada
orang yang merasa pinter, dan menyatakan bahwa orang yang ber-Islam itu harus
dg merujuk langsung pada Qur`an dan Hadits. Ini orang yang juga tidak punya
belas kasih terhadap orang awam. Bagaimana mungkin, sementara dia saja tidak
becus membaca Qur`an, dan belum tentu paham dg apa yang dibacanya. Orang Arab
sendiri belum tentu paham bila membaca Qur`an secara langsung. Sampeyan
bandingkan dg kiai2 zaman dulu, seperti Imam Syafi’i dan sesudahnya, yang
mereka membuat buku2 pintar, seperti Sulam, Safinah, Taqrib... Ulama seperti
mereka itulah yang pantas mengkaji dasar al-Qur`an Hadits secara langsung.
Tidak sembarangan. Jadi orang2 awam tinggal mengikut buku2 pinter yang sudah
dibuat, daripada jika mereka disuruh melihat Qur`an sendiri, tentu akan malas
(aras-arasen). Beliau2 para ulama itulah, dengan dilandasi kasih sayang,
membantu orang awam memahami Islam.
Dengan melihat
istiqomahnya Kiai Zainal, dalam ibadah, mengajar dan membimbing santri2, paling
tidak kita bisa tahu dan mencontoh bagaimana perilaku Nabi. Kita tidak perlu
melihat Nabi secara langsung. Saya sendiri kadang nglamun, seumpama saya hidup
di masa Nabi, tentu saya merasa enak, karena tidak perlu membaca al-Qur`an,
tidak perlu belajar banyak, sebab melihat sendiri sudah ada “Qur`an berjalan”.
Jadi kalau mau perlu apa2 tinggal melihat Nabi:
bagaimana membina
persaudaraan yang baik, melihat Kanjeng Nabi;
bagaimana memimpin
ummat yang baik, melihat Kanjeng Nabi;
bagaimana perjodohan yang
baik, ya melihat Kanjeng Nabi;
bagaimana bergaul dg
orang tua, melihat Kanjeng Nabi;
bagaimana bergaul dg
anak muda, melihat Kanjeng Nabi...
Semuanya tidak perlu
membuka al-Qur`an dan tinggal melihat Kanjeng Nabi... Tapi kemudian tersirat
pikiran waras saya, ya kalau saya ditaqdirkan ikut Kanjeng Nabi. Kalau ternyata
saya ditaqdirkan ikut Abu Jahal?! Hehehe. Dah gak perlu melamun hidup di zaman
Nabi. Kita hidup sekarang di zaman akhir seperti ini juga tidak apa-apa asal
kita masih ikut dengan tuntunan Kanjeng Nabi...
Jadi semakin lama
kita itu semakin sulit mencari contoh. Kalau kita itu rajin membaca al-Qur`an,
mengerti maknanya al-Qur`an, kita gak nyari contoh itu gak papa. Kita tidak
perlu banyak contoh bila kita sudah rajin membaca al-Qur`an dan mengetahui
makna al-Qur`an. Tapi yang terjadi kan, kita itu gak punya contoh..., membaca al-Qur`an
juga hanya ketika Bulan Romadlan... itu saja bacanya cepet2.
Kenapa kalau membeli
televisi atau sepeda motor kita tidak perlu membaca buku panduannya. Padahal
membeli barang2 seperti itu pasti ada buku tebal sebagai panduannya: kalau mau
menghidupkan, tekan tombol yang bertuliskan “power”; bagaimana caranya memindah
channel... Tapi saya yakin, panjenengan itu beli tivi atau motor itu tanpa
pernah membaca buku panduannya. Lha kok bisa tahu dari mana? Ya, karena
panjenengan sudah sering melihat orang menghidupkan tivi.
Demikian juga dulu
para sahabat. Meskipun tidak membaca buku panduan, tapi mereka melihat dan
meniru Kanjeng Nabi. Sesudah Kanjeng Nabi tidak ada, ya harus melihat para
sahabat sebagai murid2 Kanjeng Nabi, dan seterusnya, sebagaimana diperintahkan
oleh Kanjeng Nabi:
أصحابي كالنجوم، بأيهم اقتديتم اهتديتم
Demikian, semoga kita
semua mendapatkan barokah Kiai Zainal, menjadi orang yang sholeh…
Sumber :
fanpage Kongkow Bareng GUS DUR
Subscribe to:
Posts (Atom)