Translate Into Another Language

Thursday, February 20, 2014

Kita Semakin Sulit Mencari Contoh


 (Ceramah Gus Mus Sesudah Tahlilan Mbah Zainal)

 [Malam Selasa, 17 Februari 2014 M./16 Robi’uts-Tsani 1435 H.]


 Malam ini kita membacakan tahlil dan mendoakan almarhum KH. Zainal Abidin Munawwir. Kita itu koyok yo yo’o. Potongane (gayanya) seperti saya dan panjenengan, berani-beraninya mendoakan Kiai Zainal. Ya, kita semua sesungguhnya hanya mengharap barokah dari beliau.

 Meski saya bukan wali, tapi saya meyakini Kiai Zainal itu adalah wali. Karena seperti terdapat dalam al-Qur`an, ciri wali itu tidak punya rasa takut dan tidak punya susah. Lha saya belum pernah tahu Kiai Zainal itu punya rasa takut dan susah.

 أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ
 (Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.)

 Sebenarnya panjenengan itu juga bisa jadi wali, wong panjenengan sudah memiliki salah satu syaratnya. Padahal syarat menjadi wali cuma dua. Panjenengan semua sudah punya satu, yaitu mengakui bahwa Gusti Pangeran itu hanyalah Allah Ta’ala.

 إِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللهُ، ثُمَّ اسْتَقَامُوْا فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ
 (Sesungguhnya orang2 yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.)
 Jadi syarat yang pertama, menyatakan bahwa Tuhannya adalah Allah (قالوا ربنا الله), yang kedua adalah istiqomah (ثم استقاموا). Untuk jadi wali seperti Kiai Zainal, panjenengan kurang satu syarat saja, yaitu istiqomah. Syarat istiqomah ini memang yang paling sulit. Panjenengan menyaksikan sendiri bagaimana Kiai Zainal dalam keadaan gerah masih berangkat ngimami di masjid dan tetap memikirkan santri. Sementara banyak orang yang mau sholat, tapi jarang yang sholatnya bisa istiqomah; orang yang mau mengajar juga banyak, tapi yang mengajar dengan istiqomah itu jarang; banyak yang bisa memperhatikan anaknya orang, tapi yang memperhatikan anak orang secara terus-menerus itu sedikit sekali. Istiqomah itu yang berat.

 Saya itu ada gunung meletus tidak begitu kaget, meskipun abunya sampai Jogja. Tapi saya kaget mendengar kiai2 wafat, Kiai Sahal Mahfudz kemudian menyusul Kiai Zainal. Gusti Allah itu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam, bila mengambil ilmuNya, tidak dengan cara mencabut ilmu itu dari dada para ulama (إن الله لا يَنْتَزِعُ العلم انتزاعا من صدور العلماء), akan tetapi (بقبض العلماء) Allah mengambil ilmuNya dengan cara mewafatkan ulama: Kiai Munawwir dipundut nyawanya, sekaligus diambil ilmunya; Kiai Abdullah dipundut beserta ilmunya; Kiai Abdul Qodir dipundut beserta ilmunya; Kiai Ali Maksum dipundut beserta ilmunya; Kiai Warsun dipundut beserta ilmya; Kiai Zainal dipundut beserta ilmunya…

 حتى إذا لم يَبْقَ عالم، وفي رواية: حتى إذا لم يُبْقِ عالما، اتخذ الناس رؤوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا – أو كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم

 Kalau kiai2 sudah pada diambil, orang2 bingung harus bertanya kepada siapa. Mereka kemudian bertanya kepada orang sembarangan: pokoknya asal orang pakai sorban; asal jenggotan; asal jubahan; dipanggil kiai; dipanggil ustadz; pasti akan ditanya… (فأفتوا بغير علم) maka mereka menjawab tanpa ilmu, (فضلوا وأضلوا) jadinya mereka sesat dan menyesatkan orang lain. Ini semua sekarang sudah kelihatan tanda2nya: banyak mufti jadi2an, yang ditanya apa saja bisa menjawab. Padahal yang begitu itu tanda2nya gebleq, bukan tanda orang yang alim. Tandanya orang bodoh itu adalah bila ditanya apa saja, bisa menjawab. Ditanya: “Bagaimana hukumnya ayam yang ketabrak mobil, ustadz?”
 “Itu ayamnya masih hangat apa tidak?”
 “Masih agak hangat, ustadz”
 “Kalau masih agak hangat berarti agak halal…”
 Sampeyan kalau mau tahu silahkan buka televisi... Ukuran jawabannya asal bisa dinalar saja…

 Ada juga dikatakan: (موت العالِم موت العالَم). Pada masa ini yang sulit itu adalah mencari contoh (: teladan). Islam itu kekurangan contoh. Oleh sebab itu wajah Islam kelihatan jelek, karena kurang contoh. Yang dijadikan contoh yang jelek2. Sampeyan lihat Youtube, ada bocah edan pakai jubah, menginjak kepala… Yang begini ini yang merusak. Kalau ditanya: bagaimana baiknya, maka jawabnya: baiknya mandeg saja, gak usah lagi… Ini merusak Islam. Orang Islam saja melihatnya jijik dan muak, apalagi orang lain... Ustadze wae nggono opo maneh santrine…

 Lha di (Krapyak) sini ini sudah banyak contoh. Ada Kiai Abdul Qodir, ada Kiai Ali... Kalau mau yang agak ampeg, ada Kiai Zainal. Kalau mau contoh yang gampangan, ada Kiai Ali. Ada semua contohnya. Orang itu kan macam2. Ada yang maunya ampeg, ada yang maunya enteng. Dan yang seperti ini sudah ada sejak zaman Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam. Santrinya macam2, ada yang seperti Abu Bakar, ada yang seperti Umar. Sahabat Umar itu contoh sahabat sangat berhati2. Hingga terhadap teman dan saudaranya sendiri saja keras, hingga Sahabat Kholid aja dipecat (dari jabatannya sebagai Komandan Tentara). Sahabat Abu Bakar lain, lembut. Pendekatannya berbeda. Tapi semua itu didasarkan pada rahmat dan kasih sayang. Itu yang kemudian dilanjutkan dari sejak sahabat, tabi’in, dan para ulama, hingga sampai kepada Mbah Hasyim Asy’ari. Beliau punya dua orang anak buah yang berbeda: mBah Bisri yang streng dan mBah Wahab yang gampangan. Orang NU yang sedemikian banyak akhirnya punya pilihan: yang belum bisa ikut mBah Wahab, yang sudah bisa ikut mBah Bisri. Tapi manusia yang macam2 itu semua: yang hati2, yang ampeg, yang gampangan, mesti dilandasi dengan kasih sayang.

 Makanya kalau saya ditanya tentang kriteria kiai itu apa, maka saya jawab: kiai itu:

 الذين ينظرون إلى الأمة بعين الرحمة
 Mereka ini kan hanya meniru Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam, yang beliau itu:

 عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم
 Jadi yang dilakukan oleh para kiai itu hanya mencoba meniru apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam. Tapi yang namanya meniru Kanjeng Nabi itu ya gak mungkin bisa persis meniru semua seperti Nabi. Kalau sama persis nanti dikira ada nabi kembar. Ada yang meniru cara peribadatannya; ada yang meniru model perjuangannya; ada yang meniru cara dakwahnya. Meniru apa saja. Kanjeng Nabi itu hebat dalam bidang apa saja: termasuk saat menjadi panglima.

 Jadi, meskipun orang itu pakai serban sebesar ban truk, jenggotnya puanjang hingga pusar, tapi gak punya belas kasih kepada ummat, maka saya tidak sudi memanggilnya kiai. Sebaliknya, meskipun orang itu tidak berpenampilan kiai, tapi punya belas kasih kepada ummat, maka dia itu kiai.

 Sama halnya bila ada orang yang merasa pinter, dan menyatakan bahwa orang yang ber-Islam itu harus dg merujuk langsung pada Qur`an dan Hadits. Ini orang yang juga tidak punya belas kasih terhadap orang awam. Bagaimana mungkin, sementara dia saja tidak becus membaca Qur`an, dan belum tentu paham dg apa yang dibacanya. Orang Arab sendiri belum tentu paham bila membaca Qur`an secara langsung. Sampeyan bandingkan dg kiai2 zaman dulu, seperti Imam Syafi’i dan sesudahnya, yang mereka membuat buku2 pintar, seperti Sulam, Safinah, Taqrib... Ulama seperti mereka itulah yang pantas mengkaji dasar al-Qur`an Hadits secara langsung. Tidak sembarangan. Jadi orang2 awam tinggal mengikut buku2 pinter yang sudah dibuat, daripada jika mereka disuruh melihat Qur`an sendiri, tentu akan malas (aras-arasen). Beliau2 para ulama itulah, dengan dilandasi kasih sayang, membantu orang awam memahami Islam.

 Dengan melihat istiqomahnya Kiai Zainal, dalam ibadah, mengajar dan membimbing santri2, paling tidak kita bisa tahu dan mencontoh bagaimana perilaku Nabi. Kita tidak perlu melihat Nabi secara langsung. Saya sendiri kadang nglamun, seumpama saya hidup di masa Nabi, tentu saya merasa enak, karena tidak perlu membaca al-Qur`an, tidak perlu belajar banyak, sebab melihat sendiri sudah ada “Qur`an berjalan”. Jadi kalau mau perlu apa2 tinggal melihat Nabi:
 bagaimana membina persaudaraan yang baik, melihat Kanjeng Nabi;
 bagaimana memimpin ummat yang baik, melihat Kanjeng Nabi;
 bagaimana perjodohan yang baik, ya melihat Kanjeng Nabi;
 bagaimana bergaul dg orang tua, melihat Kanjeng Nabi;
 bagaimana bergaul dg anak muda, melihat Kanjeng Nabi...
 Semuanya tidak perlu membuka al-Qur`an dan tinggal melihat Kanjeng Nabi... Tapi kemudian tersirat pikiran waras saya, ya kalau saya ditaqdirkan ikut Kanjeng Nabi. Kalau ternyata saya ditaqdirkan ikut Abu Jahal?! Hehehe. Dah gak perlu melamun hidup di zaman Nabi. Kita hidup sekarang di zaman akhir seperti ini juga tidak apa-apa asal kita masih ikut dengan tuntunan Kanjeng Nabi...

 Jadi semakin lama kita itu semakin sulit mencari contoh. Kalau kita itu rajin membaca al-Qur`an, mengerti maknanya al-Qur`an, kita gak nyari contoh itu gak papa. Kita tidak perlu banyak contoh bila kita sudah rajin membaca al-Qur`an dan mengetahui makna al-Qur`an. Tapi yang terjadi kan, kita itu gak punya contoh..., membaca al-Qur`an juga hanya ketika Bulan Romadlan... itu saja bacanya cepet2.

 Kenapa kalau membeli televisi atau sepeda motor kita tidak perlu membaca buku panduannya. Padahal membeli barang2 seperti itu pasti ada buku tebal sebagai panduannya: kalau mau menghidupkan, tekan tombol yang bertuliskan “power”; bagaimana caranya memindah channel... Tapi saya yakin, panjenengan itu beli tivi atau motor itu tanpa pernah membaca buku panduannya. Lha kok bisa tahu dari mana? Ya, karena panjenengan sudah sering melihat orang menghidupkan tivi.

 Demikian juga dulu para sahabat. Meskipun tidak membaca buku panduan, tapi mereka melihat dan meniru Kanjeng Nabi. Sesudah Kanjeng Nabi tidak ada, ya harus melihat para sahabat sebagai murid2 Kanjeng Nabi, dan seterusnya, sebagaimana diperintahkan oleh Kanjeng Nabi:

 أصحابي كالنجوم، بأيهم اقتديتم اهتديتم

 Demikian, semoga kita semua mendapatkan barokah Kiai Zainal, menjadi orang yang sholeh…

Sumber :

Wednesday, February 5, 2014

Pelantikan dan Sarasehan PC PMII Magelang


forLISA News (02/02) MAGELANG.

Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, resmi dilantik di Gedung PCNU, Palbapang, Mungkid pada Sabtu (01/02). Sebanyak 15 kader PMII dilantik menjadi pengurus cabang untuk masa khidmat 2013-2014. Dalam pelantikan kali ini Najib Aulia Zaman resmi menjadi Ketua Umum Pengurus Cabang PMII Magelang menggantikan Aswadi, ketua periode sebelumnya. Hadir dalam acara ini Arif Taufiq perwakilan dari Pengurus Besar PMII, Mabincab PMII Magelang Ahmad Labib Asrori, S.E, M.M, Ikatan Alumni PMII Magelang, unsur Banom NU, elemen organisasi mahasiswa, perwakilan PMII se-Danyang Sumbing serta puluhan kader PMII.

Dalam sambutannya, ketua umum PC PMII sahabat Najib menyampaikan rencana-rencana pembenahan yang akan dilakukan dan harapan semoga kepengurusan yang baru ini mampu berkinerja lebih baik lagi. Sambutan kedua dari PB PMII, Arif Taufiq berupa pertanyaan retoris “Akankah lima belas orang ini tetap utuh bekerjasama hingga masa khidmat berakhir?” Inilah tantangan bagi pengurus baru. Ahmad Labib Asrori selaku Mabincab juga mengajukan hal serupa. “Mampukah PMII berperan menyadarkan masyarakat bahwa politik adalah keniscayaan namun harus berlandaskan ideologi?”. Hal ini dikarenakan aspek-aspek primordialisme, politik trasansaksional dan teritorial masih membelenggu masyarakat.

Selain seremonial pelantikan, dilaksanakan pula sarasehan yang bertajuk “ Membaca Peta Politik 2014 dalam Perspektif Pergerakan” yang dipandu oleh Abdul Basith sebagai alumni sekaligus tokoh pendiri PMII Magelang. Abdul Basith memaparkan mengenai pemetaan politik melalui perspektif PMII. Fenomena saat ini, para kader masih gagap dalam membaca situasi. “Padahal sebagai seorang kader, setidaknya ada tiga unsur yang harus ada. Yakni wacana yang kuat, ideologi yang kokoh dan militansi. Kekurangan salah satu unsur menimbulkan ketimpangan yang bisa membahayakan.” Ia mencontohkan para pelaku teroris yang sangat militan, punya ideologi namun tak memiliki wacana. “Kita boleh melangit setinggi-tingginya, tapi jangan melupakan akar. Jadilah orang yang bisa mewarnai dan bukannya diwarnai pihak lain” sambungnya. Selanjutnya ia memberi kesempatan kepada sahabat lain untuk menyampaikan aspirasi mereka.

Dodik Setiawan mengusulkan untuk membentuk suatu forum diskusi sehingga interaksi antar kader bisa lebih intens. “Topiknya tentu tidak usah yang berat dan sulit. Awalilah dengan hal-hal ringan, atau bisa juga berdiskusi mengenai buku dan sebagainya”. Beberapa kader juga mengajukan pertanyaan, seperti apa yang perlu kita lakukan apabila wacana masih kosong? Tentang teknis pengkaderan dan bagaimana menguatkan bargaining position PMII?.

Beragam pertanyaan tersebut dijawab oleh para alumni hingga tuntas. Beberapa solusi juga diusulkan oleh pengurus yang baru dilantik. Salah satu yang menarik adalah final statement dari sahabat Kosim,yakni “Akan besar atau tidakkah PMII nantinya, sepenuhnya ada di tangan kita sendiri.” Dalam berorganisasi, keikhlasan untuk berjuang dan kemauan nan pantang menyerah adalah hal yang krusial. Membaca dan berdiskusi sangat penting bagi mahasiswa karena penguasaan pengetahuan sangat dibutuhkan untuk menjadi pemenang. Struktur kepengurusan baru ini sendiri diharapkan menjadi titik awal menuju gebrakan baru oleh PMII Magelang. (SJH)

Jangan Kehilangan Identitas


Monday, February 3, 2014

Kumpulan kutipan >> Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang (Part 1)

#Mengarang itu  bisa gampang kalau kita punya komitmen, kesungguhan hati, determinasi atau tekad bulat. Mengarang bisa gampang kalau kita punya keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi bahwa kita "bisa". Mengarang bisa gampang kalau kita punya minat dan ambisi yang kuat untuk membuktikan sesuatu yang kita yakini sebagai "kebenaran" atau sekurang-kurangnya lebih dekat dengan "kebenaran" itu.


#Jadi mengarang bisa gampang kalau ada komitmen, janji pada diri sendiri-tentu saja, kalau komitmen itu diniati untuk benar-benar ditepati. Kalau janji dibiarkan tinggal janji, mungkin lebih baik jadi "politisi". Iya 'kan?

#Mengarang itu bisa gampang kalau anda membiasakan diri membaca.
khusus untuk para sarjana yang sempat menuliskan skripsi di kampus dulu, saya ingin mengatakan bahwa sekurang-kurangnya anda berpotensi menjadi pengarang.

#Jadi, sepanjang anda bersedia untuk memahami pengertian "mutu" dari berbagai media dan penerbit yang anda incar, serta mampu memahami "selera pasar" dari segmen pembaca yang disasar, yakinlah bahwa karangan anda akan dimuat/diterbitkan. Dampak dari keyakinan ini adalah munculnya kegairahan dalam proses mengarang, sehingga mengarang bisa jadi gampang.

#Sekali pun saat ini penghasilan seorang pengarang umumnya belum cukup baik, namun arahnya semakin baik di era knowledge economy ini. Masyarakat makin disadarkan akan pentingnya pengetahuan.

#Pada tahap awal sangat diperlukan buku-buku, referensi seperti kamus dan ensiklopedia. Bukan cuma kamus bahasa, mungkin juga kamus ilmu sosial, kamus perbankan, kamus filsafat, kamus teologi, dan sebagainya.

#Rasa ingin tahu harus dipelihara dan ditingkatkan ke arah survei atau riset sederhana, entah di toko buku, di lapangan, atau di internet. Lalu semua topik yang muncul diinventarisasikan untuk memperoleh gambaran yang lebih luas dan jelas.

#Sebuah judul karangan sedikitnya harus diyakini mampu menjalankan "tugasnya", yakni menarik perhatian sambil menggelitik minat pembaca dan menjelaskan secara singkat inti gagasan yang akan disampaikan.
Kalau tak saya beritahu, mungkin anda tidak akan pernah berpikir bahwa artikel ini dimulai dengan menuliskan alinea terakhir lebih dulu, bahakan sebelum ada judulnya.

#Kita perlu mengetahui tempat atau situasi dan aktivitas yang dapat memicu ide kreatif untuk mengarang.


(Dari Buku karya Andrias Harefa, Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang)

Bikin Jam Unik PMII Yuk!


Sunday, February 2, 2014

PC PMII Magelang Gelar Konfercab Ke-V

 *File bulan Desember, karena terlewat baru di-publish sekarang



MAGELANG (2/12).Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Magelang kemarin, Sabtu (30/11) menggelar konferensi Cabang (Konfercab) PMII Magelang ke -6 dengan tema “Membangun Eksistensi Gerakan, Satu arah Satu Pikiran Satu Tujuan. Acara yang berlangsung selama dua hari  di Gedung PCNU Kabupaten Magelang , Palbapang, Mungkid itu dihadiri oleh Segenap Jajaran Dewan Majelis Pembina Cabang (Mabincab), alumni, Kader dan  segenap anggota PMII Magelang. 
Sekretaris Steering Commite (SC), Kozim mengatakan pihaknya sengaja mengambil tema itu agar kepengurusan yang baru nantinya memiliki semangat untuk tetap mejaga eksistensi gerakan dengan memiliki arah dan tujuan yang sama.  
“Akan sulit kiranya untuk menjaga eksistensi  suatu organisasi ketika para anggotanya tidak memiliki kebersamaan dan kesatuan tekad. Dengan tema ini diharapkan para kader sadar akan pentingnya kesatuan gerak dan bisa menjadikan setiap perbedaan itu adalah bagian yang tidak lepas dari dinamika sebuah organisasi” ungkap Kozim.
                Adapun Peserta konferensi merupakan kader dan anggota yang berasal dari komisariat Universitas Tidar Magelang dan Komisariat Jogorekso STAIA Magelang.  Mereka terlihat antusias mengikuti jalanya setiap persidangan. Situasi forum berjalan lancar meski sempat menyita waktu lama ketika pembahasan setiap draft dalam konfercab.
Ketua Umum PMII Cabang Magelang, Muh Aswadi dalam sambutannya mengatakan, sebagai wujud tanggung jawab sebagai pemegang mandat konfercab sebelumnya, maka melaporkan hasil kinerja kepengurusanya adalah sebuah kewajiban, meski banyak hal yang perlu untuk dibenahi kembali dan dia siap untuk menerima kritik selama kepengurusanya.
“Konferensi ini merupakan ajang satu tahunan yang bukan sebatas momen pergantian pengurus tetapi juga melakukan penilaian atas kepengurusan di PMII. Dan saat ini saya akan melaporkan kinerja dari kepengurusan saya selama ini, silahkan untuk nantinya memberikan penilaian atas kepengurusan ini” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Roji’un atas nama Majelis Pembina Cabang PMII Magelang mengatakan pentingnya untuk menjadikan momen konfercab ini sebagai ajang penentuan kebijakan untuk kemajuan PMII Magelang ke depan.
Hasil dari Konfercab PC PMII Magelang kemarin terpilih Muhammad Najib Aulia Zaman sebagai ketua umum PMII Magelang 2013-2014 menggantikan Muh Aswadi.
“Saya senantiasa mengharapkan bimbingan dan arahan dari para senior dan alumni. Semoga PMII ke depan menjadi lebih baik dan harapanya eksitensi gerakan sebagaimana tema konfercab kali ini bisa diaktualisasikan dalam bentuk pengabdian pada masyarkat” ujarnya.
Terpilihnya Muhamad Najib Aulia Zaman diharapkan mampu membawa nuansa kekeluargaan, semangat, kreatifitas, dan gerak langkah yang lebih baik ke depannya.
 (GA)